Cerpen Tentang Manusia Dan Keindahan
Cerpen
Tentang Manusia Dan Keindahan
Hijau kuning yang begitu indah. Burung-burung kecil
terbang bebas kesana-kemari. Angin berhembus tak terlalu kencang, tak sekencang
angin di lepas pantai, bagai penerima tamu yang tak berwujud menyapa hangat
pengunjung.
Ia menyapukan lelah dan penat yang berserakan di benak pikiran
akibat aktifitas di kantor seharian. Sungguh itu pemandangan yang sulit
ditemukan, bahkan kalau di kota, itu sudak tak ada. Semakin larut
memandanginya, semakin cantik dia. Belum lagi ia semakin dipercantik dengan
warna biru khas di langit yang begitu cerah yang ditemani oleh kilauan cahaya
dari sinar-sinar terakhir mentari di sore itu.
Tampak seorang lelaki paruh baya
memakai topi bundar dengan bagian atas membentuk kerucut yang agak lebar
memayungi kepalanya. Topi yang biasa dikenal orang sebagai topi “Pak
Tani”. Lelaki itu sedang membungkuk. Entah apa yang ia kerjakan. Mungkin sedang
membersihkan padi-padinya. Tidak terlalu jelas, karena ia berada di
tengah-tengah sawah. Ia membungkuk sangat lama seperti tak kenal lelah. Mungkin
karena ia dipacu oleh gelimangan semangat. Apalagi padi-padinya sebentar lagi
siap untuk dipanen. “Salut sama Pak Tani,” ucapku dalam hati.
Ku arahkan pandanganku kembali ke bentangan sawah
yang cukup luas itu. Terlihat ada kelompok wanita di tepian sawah.
Mereka
memakai topi yang sama dengan yang “Pak Tani” tadi pakai. Mereka tampak seperti
sebuah keluarga. Sangat hangat kebersamaan mereka, diiringi dengan tawa. Mereka
sedang berjalan sambil membawa karung bekas yang sudah robek. Masing-masing
karung yang mereka bawa berisi sayuran. Terlihat mereka membawa kangkung. Yang
aku tahu itu kangkung. Aku tak sempat menanyakan kepada mereka karena harus
meneruskan perjalanan pulang. Jam tanganku menunjukkan pukul 17.35. Aku harus
melanjutkan perjalanan pulang karena akan berbuka puasa di rumah.
Cerita pendek di atas adalah sekilas gambaran dari
apa yang penulis lihat ketika dalam perjalanan menuju rumah di kampung,
berhenti di sebuah hamparan sawah. Waktu itu Sabtu sore pukul 17.15. Saya
berhenti sejenak ketika dipanggil oleh indahnya pemandangan sawah dengan
kombinasi warna hijau-kuning keemasan di sore itu. Padi-padi sudah mulai tampak
mencapai umur matangnya.
Mungkin tinggal menunggu hitungan hari, padi-padi itu
sudah akan dipanen. Pemandangan itu sangat menenangkan hati. Sangat berlawanan
dengan kondisi di kota dimana begitu sesak, polusi, dan kendaraan bermotor yang
berjubel-jubel. Semoga saja pemandangan seperti ini akan tetap ada selamanya.
Jangan sampai ia menjadi korban arus urbanisasi yang begitu dahsyat.
Komentar
Posting Komentar